Skip to main content
Cerita

Ketika Jati Berbunga (23)

By June 9, 2021No Comments

Prayer flags di Bhutan.

“Semoga hujan jatuh pada waktunya. Semoga tanaman dan persediaan pangan membawa berkah.”

Potongan kain warna biru, putih, merah, hijau, kuning terangkai  dengan benang diikat antara pohon, pokok kayu, karang bukit, membentang di hutan-hutan, bukit-bukit, lembah-lembah. Mantra yang tertulis di kain-kain itu, terbawa angin mengucap doa seperti dikutip di atas.

Warna-warna prayer flags atau bendera doa tadi melambangkan 5 unsur alam: langit, udara, api, air, tanah.

Mendaki Paro Taktsang, kuil Buddha paling terkemuka di Himalaya, Adriana kala itu ngos-ngosan.

Jaket tebal warna ungu dicopotnya, ia ikatkan di pinggang. Dia sudah tidak kedinginan lagi seperti tadi sewaktu memulai pendakian. Kini ia merasa gerah, badan agak berkeringat.

Tiap jengkal ia berhenti untuk mengambil napas.

Pemandu mendampingi dengan sabar. Ia membawakan tas Adriana untuk mengurangi beban.

Yang dipegang sendiri oleh Adriana adalah gulungan prayer flags. Diantar pemandu, kemarin ia membelinya di pasar tradisional kota Paro.

Bendera yang masih tergulung rapi itu hendak ia mintakan doa oleh pendeta di kuil nanti.

Ia melihat alangkah artistik prayer flags yang berkibar di mana-mana di hampir semua sudut Bhutan. Tergerak oleh naluri estetik, ia ingin memasang bendera itu, membentangkan di lingkungan tempat tinggalnya di Jakarta.

Ia bisa membayangkan efeknya: prayers meet modernism.

Pemandu memberi tahu, di mana bisa membelinya sembari menjelaskan bahwa bendera doa tidak boleh dipasang sembarangan. Sebaiknya didoakan terlebih dulu oleh pendeta. Pemasangan ditentukan oleh hari baik.

“Bagaimana menentukan hari baik?” tanya Adriana.

“Tergantung perasaan Anda,” jawab pemandu.

Adriana manggut-manggut. Ia menyukai sistem kepercayaan yang tidak memaksa.

Benar yang diajarkan pemandu.

Jangan menatap ke atas di mana terlihat kuil Taktsang bertengger di karang di atas bukit.

Menatap jalan setapak yang dilalui saja sambil menikmati sekeliling.

Dengan cara demikian tidak akan merasa lelah.

Santai saja, kata pemandu. Tidak ada yang menjadwalkan kita harus sampai sana pukul berapa, tambahnya.

Slowness.

Hemmm, sikap seperti ini salah satu yang membuat penduduk Bhutan bahagia, pikir Adriana.

Betullah, tanpa terasa mereka sampai ke kuil. Sesekali terdengar suara berdegum, suara salju rontok dari atas bukit. Rontokan salju membentuk sungai berair jernih mengalir di desa-desa di Bhutan—desa-desa dari alam yang terpelihara.

Dengan suka cita pendeta yang di mata Adriana berwajah secerah purnama memberi doa pada prayer flags yang dibawanya.

Kembali ke kota Paro Adriana merasa ada kelegaan luar biasa di hati.

Adakah ini semua karena mantra dan doa?

Di pusat kota sederhana dan bahagia itu ia melihat ada galeri di sudut jalan.

“Saya ingin melihat galeri itu,” katanya kepada pemandu.

Mereka melangkah ke situ.

Galeri ini milik seniman dan si seniman sendiri berada di situ selain pegawai. Salah satu bagian galeri dijadikan studio tempatnya berkarya.

Tidak ada tamu selain Adriana. Seniman itu menyambutnya.

Adriana melihat-lihat karya.

Ada sejumlah karya menarik perhatiannya. Si seniman menerangkan, karya-karya itu dibikin dari potongan-potongan prayer flags di hutan. Prayer flags tidak boleh dicopot meski telah rombeng. Dia mengumpulkan potongan-potongan yang ditemukan di tanah.

Di mata Adriana karya-karya tersebut luar biasa. Indah, mistik, kontemporer.

Ia menanyakan harganya, lalu menunjuk beberapa karya sekaligus untuk dibeli.

Si seniman dan pemandu sama-sama ternganga.

Harganya bukan main-main. Turis ini main borong tanpa menawar.

“Are you serious?” tanya si seniman.

“Pack them properly to make sure they’ll be safe on transporting to Indonesia,” kata Adriana.

Sibuklah para pegawai mengepak karya-karya tersebut.

Tampak sangat profesional. Si seniman menerangkan dia beberapa kali berpameran di Eropa. Ia menyilakan Adriana untuk menunggu di kafe di sebelah galeri.

Kafe kecil, menawan penampilannya.

“The coffee and the cakes all are great. Enjoy whatever you want. On us,” begitu cara dia menyatakan terimakasih kepada wanita yang tampak sangat berkelas dan jelas banyak duit ini.

Adriana tersenyum.

Pemandu menemani, kebagian ikut dijamu pemilik galeri.

Di Jakarta Adriana memasang karya dari Bhutan tadi antara lain di ruang kerja.

Sampai saat ini yang belum dia pasang adalah prayer flags, bendera doa.

Sebenarnya kapan hari baik itu bakal menghampiriku….

Dia tak kunjung merasa menemukan hari baik.

Bersambung

Leave a Reply