Skip to main content
Cerita

Ketika Jati Berbunga (4)

By May 18, 2021No Comments

Nuri, salah satu asisten rumah tangga, muncul membawa koran pagi. Diletakkannya koran di meja kecil di samping tempat duduk Adriana. Di situ bertumpuk beberapa buku, semuanya tentang Buddhisme di Bhutan.

Adriana masih terpesona dengan pengalamannya melakukan perjalanan ke Bhutan beberapa waktu lalu. Di antara pengalaman melakukan perjalanan ke berbagai negara, ini salah satu paling mengesankan baginya.

Suasananya sangat spiritual. Ia mengunjungi beberapa monastery dan dzong (benteng).

Secara artistik, ia paling suka Rinpung Dzong di kota Paro. Di benteng inilah dulu sutradara Bernardo Bertolucci melakukan pengambilan gambar untuk film Little Buddha.

Di sejumlah monastery Adriana sempat berdiskusi dengan guru di kuil bersangkutan. Beberapa kali ia ikut meditasi di monastery.

Ada monastery menawarinya untuk tinggal di situ andai ia berminat.

Adriana mempertimbangkan. Mungkin lain waktu.

Dia ingin seperti Richard Gere yang pernah tinggal cukup lama di Tibet untuk memperdalam pengalaman spiritual.

Meski serba sekilas dalam perjalanan turistik, ajaran-ajaran Buddha Vajrayana lumayan membekas dalam dirinya.

Kepada pemandu yang ia sewa untuk mendampinginya selama 10 hari di Bhutan, ia banyak bertanya mengenai jalan dan cara hidup masyarakat Bhutan yang dikenal sebagai masyarakat paling berbahagia di dunia.

Dia minta ditunjukkan buku-buku yang tepat untuk mempelajari Vajrayana.

Jalan kebahagiaan bukanlah jalan untuk mencari kebahagiaan. Itu cengeng dan kekanak-kanakan, ia ingat ucapan guru di Taktsang. Jalan kebahagiaan adalah kesiapan dan kerelaan untuk menerima apa saja, termasuk ketidak-bahagiaan. Kita harus bersedia melepas yang kita punya.

Untuk menuju monastery tersebut waktu itu ia mendaki bukit di ketinggian sekitar 1.000 meter di kaki Himalaya. Oksigen sangat tipis. Beberapa kali dia memerlukan istirahat. Rasanya mau mati kehabisan napas.

“Ibu mau dibikinkan apa?” tanya Nuri.

Adriana terbangun dari lamunan.

“Hemm…,” dia berpikir agak lama. Dia kurang berselera untuk makan apa pun pagi ini.

Sepertinya maag kumat. “Bikinin nasi kunyit ya Nur.”

Nasi kunyit mudah membikinnya, dan Nuri adalah jagonya.

“Jangan keasinan,” kata Adriana. “Waktu itu keasinan. Kamu pengin kawin ya Nur?”

“Tidak, bu,” Nuri tersenyum sembari berlalu.

Buku-buku dari Bhutan yang ia baca hampir semuanya membahas soal “melepaskan”.

Tanpa melepaskan kita tidak akan kemana-mana. Kita harus berani melepas apa yang mengikat kita. Hanya dengan melepaskan diri dari sesuatu kita berkemungkinan mendapatkan yang lain, sebuah jalan baru.

Ada satu buku paling disukainya. Penulisnya Dzongsar Jamyang Khyentse.

Buku ini mendorong dia merefleksikan pengalaman diri sendiri.

Khyentse mengajak pembacanya untuk membongkar apa sejatinya yang paling mencemaskan dirinya. Kehilangan terbesar apa yang paling ditakutkannya.

Semua tidak kusadari, dulu aku melepas tali perkawinan begitu saja, Adriana menggali pengalaman masa lalu.

Aku kehilangan tapi kemudian aku mendapatkan sesuatu yang tak kubayangkan. Kuimpikan pun tidak pernah. Aku tidak pernah bercita-cita menjadi seperti sebutan diriku sekarang: pengusaha sukses. Mbak Adriana yang kaya raya. Single parent.

Kuakui aku sering dilanda cemas. Kecemasan terbesar menyangkut Stella.

Aku selalu takut, khawatir, cemas, sesuatu terjadi pada dirinya.

Inikah ketakutanku terbesar, tanyanya hati-hati terhadap diri sendiri, takut terkuak rahasia hatinya. Tidak semua orang berani menghadapi diri sendiri, iya kan?

Ia menarik napas panjang.

Nuri muncul. Nasi kunyit telah siap.

Seluruh asisten rumah tangganya terampil mengurus rumah, dari bersih-bersih, menata tempat tidur, sampai menyajikan makanan. Mereka semua pernah ia kursuskan di lembaga perhotelan milik temannya.

Standar kebersihan dan pelayanan di rumahnya adalah standar hotel berbintang.

Meski sebetulnya tidak terlalu berminat, ia memaksakan diri menyantap nasi kunyit bikinan Nuri.

“Nah gini, tidak terlalu asin,” ucap Adriana saat mencicipi nasi di ujung sendok. “Bikinkan ibu juice pepaya lagi.”

Bersambung

Leave a Reply