Yossie sampai kantor. Begitu masuk ruang kerjanya yang ia lihat pertama adalah surat dengan pengirim MK yang tadi sudah dikabarkan oleh sekretarisnya. Surat itu di atas meja, oleh sekretaris seperti ia pesankan dipisah dari tumpukan surat-surat lain.
Apalagi yang hendak ia katakan hari ini, Yossie meletakkan pantat di kursi sembari berdebar-debar membuka sampul surat.
Aku menyukai rok panjangmu yang masih menyisakan pandangan orang atas betismu. Sangat sesuai dengan mules sebagai alas kaki. Tumitmu bagus.
Pipi Yossie merona. Blushing. Dadanya turun naik oleh desakan napas.
Sebegitu detil dia menggambarkan, seolah melihat dari jarak dekat.
Beribu pertanyaan memenuhi kepala Yossie atas surat tanpa alamat yang senantiasa diterimanya belakangan. Surat dikirim secara konvensional: melalui kantor pos.
Siapa dia, Yossie terus bertanya-tanya.
Jangankan jawaban, bahkan mengira-ngira siapa si pengirim itu pun dia kewalahan.
Pertama ia menerima surat tanpa nama jelas dan alamat pengirim ini sekitar 2 bulan lalu.
Satu lembar kertas dengan tulisan singkat:
Pagi mendung diwarnai tipis air hujan. Syal merahmu mengubah suasana jadi benderang.
Siapa manusia iseng ini?
Di bawah hanya ada huruf MK dan tanggal, dihitung dari tanggal ini berarti 2 hari lalu.
Yossie mencoba mengingat-ingat apa yang dipakainya 2 hari lalu.
Betul. Aku memakai syal merah.
Seingatnya siang syal ia copot.
Aku mengenakan pagi ketika mendung, gerimis, agak dingin hawanya.
Di mana ia melihatku?
Pagi itu turun dari mobil sebelum ke kantor aku ke bakery di bangunan seberang, ambil kue untuk ulang tahun papa. Untuk kejutan nanti siang di kantor.
Dia melihatku pada momen tersebut. Berarti ia orang sekitar sini. Tahu alamatku di sini.
Yossie bangkit, melihat keluar jendela dari lantai 2.
Kantornya berada di kompleks perniagaan terdiri dari 5 bangunan semuanya 3 lantai. Gedung-gedung dinamai sesuai urutan abjad: Blok A, Blok B, Blok C. Blok D, Blok E. Ia di Blok E, gedung paling pojok.
Dulu sebelum muncul bangunan-bangunan baru yang lebih mentereng kompleks ini cukup populer di Jakarta Selatan.
Seiring perkembangan Jakarta Selatan dengan gedung, apartemen, restoran, kafe-kafe mewah, berangsur-angsur kompleks itu kelihatan uzur.
Penyewa tempat kebanyakan memanfaatkan selain kantor sebagai gudang, ada satu dua restoran, coffee shop, dan panti pijat. Ada pula bar yang ramai pada malam hari, pengunjungnya kebanyakan ekspatriat. Yossie belum pernah masuk.
Siang kompleks sepi, terlebih kalau dibandingkan mal modern yang dibangun di dekatnya.
Para pegawainya maupun orang-orang di kompleks ini, siang hari pada jam istirahat umumnya ke mal. Cukup jalan kaki.
Surat kedua datang beberapa hari berikutnya.
Lebih panjang dari surat pertama.
Engkau tentulah memiliki sense of humor yang baik. Kemarin kulihat dari kejauhan engkau membeli sesuatu di restoran pizza. Si penjual tertawa-tawa. Entah apa yang engkau ucapkan.
Masih beberapa lagi pernyataan yang makin membuat hati Yossie kalang kabut. Ada sosok yang sedemikian intens mengikuti gerak-geriknya. Semua adalah hasil pengamatan di kompleks ini. Tidak pernah si pengirim surat menyebut lokasi di luar kompleks. Makin jelas si pengamat berasal dari sekitar sini.
Dari mana ia mengamatiku?
Yossie mulai memperhatikan apa saja yang ada di kompleks.
Bakery di gedung seberang menjadi tempat utama yang dicurigainya. Lantai 2 sekarang dijadikan coffee shop.
Apakah ia mengawasiku dari situ?
Ia kenal pemilik bakery.
Suatu saat ia sempatkan untuk pura-pura ngopi di lantai 2.
Cukup ramai. Banyak anak muda ngopi sambil menghadap laptop.
Matanya tertumbuk pada lelaki muda yang duduk di dekat jendela, dengan laptop juga.
Dari situ terlihat kantornya. Termasuk mobilnya yang terparkir di halaman.
Anak muda itu menoleh padanya, beradu pandang dengan Yossie. Dia, maksudnya si anak muda, menganggukkan kepala.
Inikah si pengirim surat misterius, pikir Yossie.
Lumayan keren. Sopan. Mengapa dia mengangguk padaku?
Kembali ke kantor, Yossie terbayang-bayang wajahnya.
Kemungkinan dia.
Hari berikutnya Yossie datang lagi ke bakery & coffee ini.
Lagi-lagi dia mendapati ia berada di tempat sama. Sempat menoleh padanya, sebelum kembali memperhatikan laptop.
Apakah dia pura-pura tidak melihat diriku, Yossie bertanya-tanya.
Sengaja dia berlama-lama. Siapa tahu nanti dia tidak tahan, melihat dirinya. Hanya saja itu tidak terjadi.
Dua hari kemudian ia menerima surat.
Kamu sangat cantik dengan bando rambutmu. Dress biru yang kamu pakai siang di bakery adalah warna favoritku. Engkau adalah blues di tempat yang merana ini.
Kian kuat keyakinan Yossie bahwa penulis adalah anak muda tersebut.
Tiap hari sekarang dia memperhatikan baik-baik apa saja yang dikenakannya. Hari itu ia memang memakai dress biru dan bando di rambut.
Apa mau dia?
Surat-suratnya sopan. Lebih mengandung pemujaan daripada rayuan. Tidak terlihat niat atau ajakan untuk berkencan, pacaran—atau kalau ada pastilah itu merupakan proyek jangka panjang.
Blues di tempat yang merana, Yossie terpaku pada kalimat itu.
Adakah dia merana.
Ia ingat, dalam satu surat ada kata-kata “owner of a lonely heart”.
Yossie ingin menyelidiki lebih lanjut si pemuda.
Surat bertubi-tubi datang.
Suatu hari ia ke bakery pada jam seperti biasanya.
Tengah ia di counter lantai 1 untuk order ini itu, si anak muda turun dari lantai 2. Mencangklong tas, meninggalkan tempat.
Yossie menatapnya.
Si anak muda mengangguk hormat, terus berlalu, keluar, hilang dari pandangan.
“Siapa dia,” Yossie bertanya kepada Lien, pemilik bakery yang melayaninya.
“Anak kantor sebelah,” jawab Lien acuh tak acuh.
“Kantor apa?” Yossie penasaran.
“Itu, kantor film dan animasi. Anak-anak situ kebanyakan nongkrong dan kerja di sini.”
Langsung Yossie tahu kantor yang dimaksud: Media Creative Inc.
“Siapa namanya?” Yossie melanjutkan, siapa tahu Lien tahu.
“Siapa ya, Mike atau siapa,” jawab Lien. “Benar ya Yan, dia namanya Mike?” Lien beralih ke barista di belakangnya yang tengah menyiapkan kopi.
“Ya Mike,” Yossie mendengar barista yang ditanya Lien menjawab.
Benar intuisiku. MK. Mike, begitu Yossie menyimpulkan.
Sejak itu Yossie tambah sering mampir ke bakery.
Kadang ia melihat yang ia cari, kadang tidak.
Adakah aku harus menegurnya, ia bertanya pada diri sendiri. Hampir tidak mungkin. Ia akui dirinya bukanlah individu yang memiliki kemampuan sosial seperti itu: menegur orang yang tidak dikenal. Dia mengakui kurang memiliki ketrampilan bergaul. Temannya bisa dihitung jari.
Sampai suatu ketika, dirasakan banyak orang sebagai bencana, dunia mengalami pandemi.
Perusahaan-perusahaan ambruk. Kantor dan tempat usaha banyak yang tutup.
Tidak terkecuali Media Creative Inc. di Blok C. Papan nama tak ada lagi. Pintu kantor tertutup rapat, tidak terlihat ada kehidupan.
Sepengetahuan Yossie, industri kreatif seperti film dan animasi gulung tikar duluan.
Bakery & Coffee juga tutup.
Dunia muram.
Kompleks kantor dan perniagaan ini kian sepi. Tempat parkir nyaris melompong.
Kantor Yossie adalah sedikit yang masih bertahan. Bergerak di bidang kimia dan farmasi, bisnis keluarga ini boleh dikata tidak terlalu goyah. Karyawan ngantor seperti biasa.
Siang kadang Yossie keluar, jalan kaki menuju mal untuk makan siang.
Atau sekadar jalan-jalan untuk menghilangkan perasaan bosan.
Yang menjadi tanda tanya besar pada dirinya: surat pemujaan MK tetap senantiasa datang.
Selalu dia berjalan dengan menoleh kiri kanan belakang.
Dari mana dia mengamatiku?
Tempat ini telah menjadi seperti kuburan. Seandainya dia berkelebat, ngintip dari balik tiang bangunan atau dari balik pohon aku akan melihatnya.
Sama sekali ia tidak melihat seseorang. Tidak Mike, orang lain, bahkan kucing.
Yossie mulai meragukan dugaan sebelumnya.
Jangan-jangan bukan dia.
Kalau bukan dia lalu siapa?
Di blok lain yang sering dilaluinya ada gudang yang masih buka. Yang ia lihat adalah para pekerja, beberapa nongkrong di halaman.
Adakah salah satu di antara mereka, ia bertanya-tanya.
Diperhatikannya, ada satu yang kelihatannya sering memperhatikan dirinya. Usianya 50an. Penampilan beda dengan yang lain-lainnya. Rambutnya memutih.
Apakah dia?
Pernah ketika Yossie lewat ada orang memanggil sosok yang dicurigainya itu.
“Min,” begitu ia mendengar seseorang berseru.
Berarti nama dia Min.
Dia menyuruh orang kantor menyelidiki, siapa nama lengkap orang tadi.
Yang disuruh memberinya laporan, namanya Min.
“Nama lengkapnya?” Yossie menegaskan pada anak buah yang ia suruh bertindak seperti detektif itu.
“Tidak ada yang tahu Bu. Dia bukan pegawai, cuma suka nongkrong di situ. Malah ada yang menyebut namanya Min Kebo.”
Yossie tersenyum.
Apakah aku menerima surat-surat dari Min Kebo, ucapnya dalam hati sembari tertawa.
Baiklah, Yossie berkata.
Dia menyerah.
Tak mampu aku memecahkan siapa dirimu.
Apa pun, surat-suratmu memberiku penghiburan di masa yang muram ini.
Lebih baik aku tak peduli siapa dirimu.
Terus tulislah surat misteriusmu, kalau perlu seumur hidup, ia berucap dalam hati.***
9/7/2021