Skip to main content
Cerita

Minak Jingga dan Saya (20)

By March 11, 20212 Comments
Ilustrasi: “Kencanawungu” oleh Vivi Yip

Majapahit mendung dan muram, tapi selalu ada cahaya kalau kita menatap Dyah Ayu Kencanawungu. Kulitnya cemerlang, rambutnya berkilau, pipinya licin, lalat dipastikan terpeleset

Patih Logender, adipati Minak Kuncar, dan para petinggi menghadap Kencanawungu.

“Situasi hati saya sedang tidak baik,” katanya. Kalau situasi hati tidak baik Kencanawungu marah-marah. Begitulah wanita ayu ini. Siapa saja berisiko kena semprot.

“Minak Jingga telah menewaskan patih Sinduro. Saka guru Majapahit, Rangga Lawe, gugur di palagan. Coba kalian pikir, kurang apa adipati Rangga Lawe sebagai senapati peperangan. Rangga Lawe adalah Baladewa dalam pewayangan.

Oleh Minak Jingga dia dihujani anak panah. Minak Jingga mendapat ilham menggunakan anak panah konon dari Tiongkok. Jagat dewa batara, dia bermain pada dataran narrative. Melawannya harus dengan meta-narrative.

Kalian para pembantuku, kuragukan kalian paham maksudku. Kalian semua kurang baca. Menjadi kurang wawasan,” Kencanawungu menumpahkan kekesalan.

“Hamba telah melawan. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya,” Minak Kuncar memberanikan diri buka suara.

“Kuno,” Kencanawungu menyergah. “Tidak cukup hanya dengan itu. Caramu ketinggalan zaman. Minak Jingga mempermainkan imajinasi. Pikiran kalian dia kuasai. Siapa yang menguasai memori bakal sanggup berkuasa atas pihak lain. Memori kamu terbatas, cuma mengandalkan otot. Tobat, tobat, saya heran hari gini masih merayakan otot.”

Semua bungkam. Selain gentar, sumpah mereka tidak paham apa yang dikatakan junjungannya. Betul, sebagai pejabat—seperti umumnya para pejabat—mereka miskin wawasan.

Kalau yang tidak paham kalian, para pembaca, tidak masalah. Tidak akan kena semprot Kencanawungu.

“Sekarang apa yang hendak gusti ratu titahkan,” Logender bicara hati-hati.

“Sekarang siapa yang akan kita angkat jadi senapati peperangan?” Kencanawungu menantang.

Kembali ruangan hening. Para pejabat hanya gagah di hadapan rakyat. Di depan ratu mereka mengkeret. Apalagi ini ratu sedang tidak in the mood. Banyak proyek terganggu karena peperangan.

“Izinkan saya mengajukan usul,” Logender melanjutkan.

“Katakan.”

“Saya mengajukan Layang Seta-Layang Kemitir sebagai senapati.”

Kaget seisi ruangan. Beberapa memasang wajah sinis. Yang lain geleng-geleng kepala.

“Patih Logender,” Minak Kuncar berucap diiringi senyum mengejek. “Apa patih tidak salah sebut.”

“Apakah aku kelihatan seperti orang kurang waras,” Logender tersinggung. Orang kalau tua mudah tersinggung.

“Maksudku, juga kami semua yang ada di sini, rasanya belum pernah mendengar putra patih Logender, Layang Seta-Layang Kemitir berperang. Jadi tentara pun belum pernah,” kata Minak Kuncar.

“Memang belum pernah. Tapi kan bisa dicoba.”

“Dicoba bagaimana. Ini keadaan darurat. Negara genting. Patih Sinduro telah gugur. Begitu pun adipati Rangga Lawe yang tidak diragukan kesaktiannya.”

“Lha kalau tidak dicoba siapa yang tahu. Anak-anak muda perlu diberi kesempatan.”

“Kalau ternyata tidak mampu?” Minak Kuncar mendesak.

“Yang tua-tua pantas memberi bimbingan.”

Ruangan berdengung oleh bisik-bisik. Mereka merasa tidak bisa memahami Logender.

“Ini kok negara seperti dianggap mainan…,” Minak Kuncar berujar sinis.

“Mainan bagaimana? Ini saatnya yang muda, yang berprestasi, diberi kesempatan.”

“Prestasi Seta-Kemitir apa, kecuali sebagai anak pejabat?”

“Kamu meragukan aku sebagai patih?” Logender naik pitam.

“Kami tidak meragukan patih. Kami menilai kepantasan.”

“Diam semua…,” Kencanawungu buka suara. “Bukan tempatnya di depanku kalian bertengkar. Dimana adab dan kesantunan kalian. Ini kalian sedang di depan ratu. Duh, sebaiknya kalian kupensiunkan semua.”

Seketika ruangan hening kembali.

“Aku akan mempertimbangkan usul paman patih Logender. Aku butuh waktu. Sekarang pertemuan agung aku bubarkan,” ucap Kencanawungu.

Dia beranjak dari tahta. Duh kakinya, duh betisnya.

Diiringi Wangi Seruni, pembantunya, Kencanawungu meninggalkan ruangan.

Bersambung

Join the discussion 2 Comments

Leave a Reply