Skip to main content
Cerita

Minak Jingga dan Saya (21)

By March 12, 2021One Comment

Mengapa Minak Jingga sebegitu sering muncul dalam cerita saya? Seorang pembaca  menunjuk beberapa novel dan cerpen saya. Saya kaget sekaligus gembira atas pertanyaan tersebut. Saya merasa disadarkan.

Seorang penulis perlu berkali-kali meninjau diri sendiri (ini barangkali yang membedakan pekerjaan menulis dengan pekerjaan lain seperti jaksa, polisi, pengacara, menteri, petugas asuransi, dan lain-lain).

Menurut pandangan saya, dalam ekspresi estetik terdapat unsur kognisi dan intuisi. Yang disebut pertama berhubungan dengan logika dan rasionalitas. Ada yang bilang, ibu kesenian adalah rasionalitas.

Hanya saja, rasionalitas tanpa intuisi estetik menurut saya akan menghasilkan konstruksi tanpa roh. Cerita, atau apa pun tak terkecuali koran seperti dulu saya pernah menjadi bagian darinya, harus memiliki roh.

Roh koran menurut pimpinan saya dulu adalah kebudayaan. Roh dalam ekspresi kesenian menurut saya adalah reflek kesadaran. Daripada menjabarkan pengertian yang bisa sangat rumit itu, saya menyederhanakan dengan sebutan intuisi.

Kalau ibu kesenian adalah rasionalitas, bapa kesenian jangan-jangan adalah intuisi. Dari persetubuhan keduanya lahir karya entah prosa, lukisan, musik, drama, dan sebagainya.

Sebagai bagian dari ekspresi estetik, intuisi terus-menerus hendak mendesak keluar. Seperti sperma bapa angkasa. Ingin menyiram ibu bumi.

Dua-duanya harus kita jaga kesehatan dan kesentosaannya. Bertani, mengolah alam, adalah upaya untuk memelihara kesentosaan ibu bumi. Mengontemplasikan diri dengan melihat bintang-bintang di langit adalah upaya untuk meminta petunjuk bapa angkasa.

Saya tidak tahu bagaimana Minak Jingga, Anjasmara, Kencanawungu, senantiasa menghuni diri saya. Apakah ini yang dimaksud oleh Milan Kundera, setiap manusia sejatinya menjadi tahanan memorinya.

Tidak heran dia sendiri memunculkan karakter yang sama dengan nama berbeda-beda dalam karya-karyanya. Taruhlah Tamina dalam The Book of Laughter and Forgetting. Tokoh dengan tendensi karakter yang sama muncul sebagai Sabina dalam The Unbearable Lightness of Being.

Begitu pun dewa saya yang lain, Gabriel Garcia Marquez. Fragmen peristiwa yang sama muncul dalam buku berbeda-beda. 70 pot untuk buang air muncul dalam Living to Tell the Stories dan One Hundred Years of Solutude.

Kecenderungan tersebut muncul tidak hanya dalam dunia sastra tapi juga jenis-jenis seni lainnya. Saya akan menunjuk satu contoh saja dari dunia seni rupa. Pelukis Popo Iskandar. Lukisan-lukisannya adalah pengulangan motif kucing besar (harimau) dan ayam jantan.

Soal apa dan mengapanya, diskusi bisa dilanjutkan dengan melibatkan seniman-seniman lain ataupun para kritikus.

Saya melakukan kegiatan menulis sama rutinnya dengan kegiatan olah tubuh. Serupa pengulangan dalam menulis, gerak yang saya lakukan dalam olah tubuh juga pengulangan. Istilahnya: cuma begitu-begitu saja.

Sering saya ditanya orang, latihan olah tubuh puluhan tahun kok cuma gitu-gitu saja. Tidak bisa terbang di atas rumput seperti pendekar Rase Terbang? Atau ginkang? Meloncat dari atap ke atap disaksikan bulan yang tengah purnama.

Saya hanya bisa jawab, kita hidup di era pesawat terbang. Ngapain susah-susah berlatih bisa terbang atau ginkang? Kalau mau ke Yogya tinggal cari tiket promo harga murah. Tak perlu ginkang. Ntar dikira wong edan.

Olah gerak bagi saya adalah olah kesadaran. Gerak yang sama, beberapa sangat sederhana, saya lakukan berulang-ulang dengan kesadaran berbeda-beda. Hanya dengan menjalani saya berharap memperoleh pemahaman. Kalau tak kunjung mendapatkannya juga, saya anggap belum jodoh.

Minak Jingga yang muncul berulang-ulang dalam sejumlah karya saya adalah jalan saya untuk mengolah kesadaran.

Hiyung… hiyung… hiyung… esok akan saya lanjutkan dengan episode Layang Seta-Layang Kemitir.

Bersambung

Join the discussion One Comment

  • Hartono R says:

    Buah karya seniman atau budayawan tak pernah jauh dari kesehariannya. Buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya. Kecuali beli di supermarket. He..he…he..

Leave a Reply