Skip to main content
Cerita

Minak Jingga dan Saya (49)

By April 15, 20213 Comments

Minak Kuncar telah menyiapkan arena adu tanding bagi Damarwulan melawan Layang Seta-Layang Kemitir.

Tampatnya lapangan terbuka di lingkungan istana.

Waktunya pun telah ditentukan.

Pagi di bulan April.

Saat itu musim kemarau hampir tiba. Suara cenggeret dimana-mana. Pohon jati tengah berbunga.

Kata orang, jangan cari pacar saat jati berbunga. Cinta akan cepat berlalu. Rontok tatkala kemarau benar-benar tiba.

Tak henti-henti Layang Seta-Layang Kemitir menggerundal menyalahkan ayahandanya.

“Gara-gara menuruti ayahanda kami harus bertarung melawan Damarwulan,” Layang Kemitir menggerutu. “Bagaimana kalau kami mati.”

“Pertarungan telah disepakati tanpa senjata,” ucap Logender.

“Itu lebih gawat lagi. Bagaimana kalau leher kami dikempit seperti dulu kemudian dipatahkan.”

“Kamu dihantui bayangan sendiri.”

“Bukan dihantui. Nyatanya waktu itu dengan mudah dia mengalahkan dan memiting kami.”

“Kali ini kalau dia hendak memiting gigitlah tangannya. Layang Seta menggigit tangannya. Kamu Layang Kemitir menggigit kupingnya,” nasihat Logender.

“Ksatria masak berkelahi dengan menggigit,” Layang Seta protes.

“Tidak apa. Yang penting menang. Dua lawan satu masak kalah. Atau pelorotkanlah celana dia.”

“Hah?” Layang Seta tidak menduga ayahanda akan memberi masukan memalukan seperti itu. Memelorotkan celana lawan. Di depan ratu pula.

Sekarang dia sadar, ayahandanya, patih Logender, memang kurang waras.

Untuk memiliki jabatan tinggi, begitu pikir Layang Seta, agaknya syaratnya hanya sanggup menjadi manusia kurang waras.

“Ayahanda ternyata tidak waras,” ucap Layang Seta.

“Ketahuilah, pada zaman ini yang waras tidak dapat bagian,” sergah Logender.

“Mengapa kami tidak sadar dari dulu pentingnya menjaga nalar sehat,” Layang Seta berucap pada diri sendiri. “Kami kurang baca. Jadinya kayak gini,” tambahnya menyesali diri.

Saat yang ditentukan tiba.

Di sekeliling arena pertandingan berkumpul para petinggi kerajaan.

Ratu Kencanawungu berada di tempat khusus. Di dekatnya duduk Dewi Anjasmara. Ratu sengaja minta Anjasmara berada di dekatnya.

“Mari kita bertaruh patih Logender,” kata Minak Kuncar kepada Logender. “Jagoku senapati Damarwulan.”

Logender diam tak menyahut.

“Ayo tentukan siapa jagomu,” Minak Kuncar mendesak.

“Jagoku Layang Seta-Layang Kemitir. Kalau mereka sampai kalah pasti karena ada unsur kecurangan,” kata Logender.

“Wah bertanding saja belum sudah mencurigai ada kecurangan.”

“Kalau tidak ada kecurangan jelas jagoku menang. Dua lawan satu masa iya yang dua kalah. Pokoknya nomor dua harus menang.”

Yang mendengar geleng-geleng kepala.

Pranata pertandingan masuk arena.

Dia meminta restu ratu, pertandingan segera dimulai.

Kencanawungu menganggukkan kepala.

Menggelegar suara musik rock.

The Final Countdown, oleh kelompok Europe.

Damarwulan masuk arena.

Layang Seta-Layang Kemitir tak kunjung muncul.

Di pojok arena mereka repot saling dorong, siapa yang di depan.

Penonton tak sabar. Mereka bersorak-sorai menyeru agar Layang Seta-Layang Kemitir segera memasuki arena.

Masuklah Layang Seta-Layang Kemitir ke gelanggang.

Keduanya bak anak ayam menghadapi elang.

“Maju dan seranglah aku kangmas Seta-Kemitir,” kata Damarwulan.

“Janji kamu tidak membalas?” tanya Layang Kemitir.

“Cobalah. Dari belakang seperti waktu itu juga boleh,” ucap Damarwulan tersenyum.

“Waktu itu kami cuma khilaf. Jangan jadi hatimu ya Damarwulan,” kata Layang Kemitir.

“Kita ini saudara,” Layang Seta menambahi.

Penonton makin tidak sabar.

“Ini mau berkelahi atau rapat,” terdengar suara menggerundal.

Dengan ragu Layang Seta-Layang Kemitir menyerang Damarwulan.

Tubuh Damarwulan berkelebat menjadi sembilan bayangan bangau.

Penonton terpesona.

“Jurus sakti bangau sembilan bayangan,” ada yang berbisik demi melihat gerak tersebut.

“Shaolin pek ho pay,” ucap yang lain. Rupanya ada yang tahu asal-usulnya.

Dalam seketika leher Layang Seta-Layang Kemitir telah berada dalam cengkeraman Damarwulan.

Dua saudara kembar itu mengaduh-aduh. Mengaku kalah.

Adu tanding selesai.

Secara resmi pranata adu tanding mengumumkan pemenangnya adalah Damarwulan.

Penonton bersorak-sorai.

Patih Logender tidak terlihat lagi batang hidungnya.

Menghilang entah kemana.

Ratu meninggalkan tempat, diikuti Dewi Anjasmara dan Wangi Seruni.

Bersambung

Join the discussion 3 Comments

Leave a Reply