Skip to main content
Cerita

Minak Jingga dan Saya (50-Tamat)

By April 16, 20214 Comments

Minak Jingga dan Saya (50—Tamat)

Pertemuan di pendapa Majapahit. Inilah pertemuan paling besar yang pernah terjadi di pendapa agung.

Seluruh petinggi hadir. Demikian pula para pendeta.

Ratu gemerlap dalam busana kebesaran. Tangan kanan memegang tongkat emas kerajaan.

Pada baris depan di hadapan ratu adalah Damarwulan, Dewi Anjasmara, Wahita, dan Puyengan.

Sabda Palon dan Naya Genggong di belakang Damarwulan.

Patih Logender tidak menampakkan diri. Katanya sedang sakit. Stroke.

Stroke ringan, menurut tabib. Bisa sembuh kalau mau memperbaiki cara hidup.

Prahara telah berlalu.

Kencanawungu menggambarkan bagaimana kabut Majapahit tersibak.

“Kejujuran, kesanggupan memelihara kepribadian, itulah yang kita pelajari dari peristiwa yang baru saja kita alami,” kata Kencanawungu. “Selain berusaha, kita bersandar pada petunjuk dewa. Dewa menunjuk anak desa Damarwulan yang menurut anggapan orang tidak tahu apa-apa. Karena memang demikian seharusnya jalannya alam, segala rintangan kemudian teratasi dengan sendirinya.”

Semua mendengar dengan takzim ratu bicara.

“Karena jasamu, aku menawarimu untuk menjadi perdana menteri. Apa tanggapanmu Damarwulan?” kata ratu.

Para pejabat heran.

Majapahit tidak pernah mengenal jabatan tersebut. Berarti ada perombakan besar dalam pemerintahan.

Damarwulan diam tidak segera berkata-kata.

“Jawablah dengan nuranimu Damarwulan,” Kencanawungu berkata.

Semua berdebar-debar menanti jawaban Damarwulan.

“Sri ratu junjungan hamba,” Damarwulan mengawali. “Terimakasih tiada terkira atas kepercayaan paduka kepada hamba. Sebagai kawula, andaikata ini merupakan titah, hamba tidak akan pernah menolak titah paduka. Sebaliknya, kalau sri ratu memberi kesempatan hamba untuk memilih, mohon maaf, hamba bilang menolak.”

Terperanjat semua mendengar jawaban Damarwulan.

“Begitukah Damarwulan?”

“Betul paduka ratu. Petunjuk dewa telah terlaksana. Hamba mohon izin pulang ke desa, pulang ke Paluamba.”

Orang-orang tidak habis pikir dengan pilihan Damarwulan.

Kok ada pada zaman ini orang menolak istana memilih pulang ke desa.

Paling tidak, mengapa tidak minta proyek?

Para pejuang umumnya minta jatah proyek begitu perjuangan usai.

“Dewi Anjasmara,” Kencanawungu berucap pada Anjasmara. “Bagaimana dengan keputusan kangmasmu Damarwulan ini?”

“Hamba mengikuti kangmas Damarwulan, paduka ratu. Tersebab cinta, tersesat pun saya rela,” jawab Anjasmara.

Terhenyak seluruh ruangan.

Ratu sendiri tidak mengira bakal menerima jawaban ini.

Damarwulan menimpali: “Kalau boleh hamba menambahkan, sejarah ada dalam diri kita. Biarlah sejarah hamba adalah sejarah ketenangan desa Paluamba. Hamba tidak ingin dihantui trauma keculasan politik kekuasaan di hari tua.”

Ratu terpesona.

“Damarwulan dan Dewi Anjasmara. Dengarkan baik-baik. Aku menganugerahi kalian, Paluamba menjadi daerah perdikan. Mulai sekarang sampai selama-lamanya, penduduk Paluamba dan keturunannya terbebas dari kewajiban membayar pajak kerajaan.”

Damarwulan dan Anjasmara menghaturkan terimakasih.

“Sekarang tentang kalian berdua, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan,” ucap Kencanawungu. “Karena keberanian kalian membantu Damarwulan mengenyahkan Minak JIngga, aku bakal mengangkat kalian berdua sebagai rani penguasa daerah.”

Betapa banyak kejutan pagi ini.

Semua membuka telinga lebar. Apa yang hendak diberikan ratu kepada Wahita-Puyengan?

“Engkau Dewi Wahita, aku angkat sebagai rani Jember Selatan,” kata Kencanawungu.

“Terimakasih paduka ratu,” kata Wahita.

Ia sama sekali tidak menduga bakal mendapat anugerah sebesar ini.

“Dan engkau Dewi Puyengan,” ucap Kencanawungu. “Aku mengangkatmu sebagai rani Jember Utara.”

“Hamba menghaturkan terimakasih setinggi-tingginya,” ucap Puyengan.

“Sssttttt, selain bijaksana ratu memiliki rasa humor tinggi,” Sabda Palon berbisik pada Naya Genggong.

“Luar biasa. Jember Utara,” Naya Genggong mesem-mesem. “Jangan sekali-kali menyingkatnya.”

“Minak Kuncar, engkau kuangkat sebagai patih, menggantikan Logender.”

“Terimakasih paduka. Siap mengemban tugas sebaik-baiknya,” kata Minak Kuncar.

“Jangan mengulangi kesalahan pendahulumu. Utamakan negara, bukan keluarga. Bukan istri, anak-anakmu, atau pun menantu,” pesan ratu.

“Tentu saja sri ratu. Jangankan anak dan menantu, istri pun hamba tidak punya,” ucap Minak Kuncar.

“Ohhh, ternyata jomblo,” bisik Naya Genggong. “Padahal Lumajang banyak wong ayu.”

Tiba-tiba pengawal masuk mengagetkan pertemuan.

Dia melaporkan sesuatu.

“Minak Jingga hidup lagi, paduka ratu,” kata pengawal.

Teroktoktoktoktoktok.

Samber geledek. Bukan alang kepalang kaget seisi ruangan.

Kencanawungu tersenyum.

“Abaikan. Jangan mengada-ada. Hanya Damarwulan yang bangkit dari kematian. Minak Jingga mati sekali dan selama-lamanya. Dalam mengada-ada pun pengarang ada batasnya.”

Persis pada saat itu sekonyong-konyong menggelegar I’m Every Woman, lagu yang menjadi debut penyanyi Chaka Khan yang di kemudian hari dinyanyikan kembali oleh Whitney Houston.

            I’m every woman

            It’s all in me

            I can read your thoughts right now

            Everyone from A to Z

SELESAI

16/4/2021

Sampai jumpa di lain cerita.

Join the discussion 4 Comments

Leave a Reply