Skip to main content
Cerita

Opera Bulan Biru dalam 3 Babak

By September 19, 2021No Comments

Babak 1

Sebagai pengamen dari satu tempat ke tempat, dari satu waktu ke waktu, dari satu zaman ke zaman, kali ini tukang cerita membabar kronik wewangian.

Dimulai dari Charlie.

Dua gunung merenung, Merbabu-Merapi. Melintasi berbagai abad, semakin kokoh semakin dipuja-puja.

Tukang cerita bercerita, dulu, dulu sekali, dalam kebersahajaan dan kenekatan sekolah menengah yang apa saja membangkitkan birahi tak terkecuali perfume yang menyengat tersebut, dia berkomentar: Charlie.

Gadis itu, rambutnya sebahu, marilah kita sebut namanya Charlie, teman sekolah di SMA yang secara kebetulan ketemu pada sebuah pesta, menyambut komentarnya dengan senyum.

Betul. Dia memakai minyak wangi Charlie.

Mengapa aku baru sadar dia memiliki senyum semanis ini, kata tukang cerita.

Dikiranya yang cantik cuma Catherine Deneuve.

Teman yang sehari-hari  di sekolah tampak biasa-biasa saja mendadak semua kelihatan berbeda, lebih cantik, lebih matang ketika ketemu di malam pesta.

Tak terkecuali Charlie, anak Jalan Seruni.

Apa karena berdandan? Merias diri dengan make up? Make up membuat seorang gadis ingusan tampak lebih matang, lebih dewasa.

Suasana tambah ramai dan hangat.

Sampai pada gilirannya oleh tuan rumah yang berulangtahun, dibantu teman-teman ruang pesta dibereskan.

Kursi-kursi dipinggirkan agar ruangan lebih lega.

Lampu dipadamkan.

Dari tape recorder merek Philips dilengkapi dua speaker warna hitam di pojok ruang diputar lagu James Brown: I Feel Good.

Semua bangkit.

Geli mengingat masa itu. Monyet-monyet remaja, berjingkrak dengan berbagai gaya.

Dalam khasanah musik pop: era disko.

Ketika malam kian larut, disko diganti lagu lembut.

Itulah mimpi zaman itu, John Lennon: Imagine.

“Saya berpelukan dengan Charlie” kenang tukang cerita yang suka membanggakan pacar lama, selain pacar baru. “Payudaranya keras. Tidak terlalu besar tidak terlalu kecil.”

Dia gemar membanggakan apa saja yang berkaitan dengan kota lama, meski kalau disuruh tinggal lagi di situ seribu persen dia pasti menolak, tidak mau.

“Buat apa,” katanya. “Enakan Amsterdam.”

Pernah dia ketemu lagi Charlie pada masa sesudahnya. Tidak secantik sebelumnya.

Biarlah semua jadi cerita pelipur lara saja, katanya dengan diksi lama, terdengar kampungan di kuping.

Harus diakui sulit menjadikan anak kampung seperti tukang cerita jadi anak kota. Ada sebutan: you can take the boy out of the village, but you can’t take the village out of the boy.

Sifat kampung, rural, agraris, terlanjur menyatu dalam dirinya.

Bagaimana lagi, manusia adalah produk zaman.

Minyak wangi kegemarannya pun sampai sekarang tidak berubah.

Pasangan Charlie, yaitu Brut.

Tahun 70an.

Charlie dan Brut waktu itu ciuman, diiringi Crying in the Rain.

Babak 2

“Nothing’s new under the sun,” kata tukang cerita.

Teguh Ostentrik, pelukis, melalui alat komunikasi zaman ini mengirim gambar berupa poster diskotek Tanamur yang terletak di Jalan Tanah Abang Timur, Jakarta.

Poster kuno.

Lengkap dengan harga tiket tanda masuk.

Melalui gambar yang disebarkannya dia berkomentar:

Yang kenal poster ini pasti sekarang sudah sakit encok dan asam urat.

Sadis, tapi ada benarnya.

Kronik berikut yang hendak diceritakan tukang cerita melintas bersama Tanamur.

Wanita yang dipeluknya di Tanamur lewat tengah malam ketika lagu disko diganti lagu mellow, salah satunya wanita beraroma perfume bernuansa romansa Nina Ricci.

Pada dini hari ruangan diskotek Tanamur gelap gulita.

Pengunjung banyak yang sudah teler.

Tubuh teler, hasrat naik.

Pasangan-pasangan berdansa dalam kegelapan, berpelukan erat ngejogrok tidak kemana-mana.

Pasti ada bagian tubuh yang mengeras.

Dari situ beberapa kemudian menjadi pasangan suami istri.

Lebih banyak lagi yang tidak.

Cuma begitu-begitu saja, sekadar one night stand.

Yang jelas seperti disebut Teguh tadi: yang mengalami masa itu sekarang banyak yang sudah menderita encok.

Nina Ricci—seandainya masih ada—tentu sudah tua.

Aromanya bukan lagi kesegaran floral campur buah-buahan, melainkan bau khas orang tua, keringat asam pertanda hasil metabolisme tidak sempurna yang terjadi pada para orang sepuh.

Semua menjadi tua, tak ada yang mampu menahan rongrongan waktu.

Diingat oleh tukang cerita, selain si Nina Ricci ada Poison.

Sebagaimana namanya, Poison sangat seduktif.

Bersama Poison ia makan malam terlebih dahulu di sebuah restoran sebelum ke Tanamur.

“Kami duduk berhadapan. Poison melepas sepatu high heel-nya, menyorongkan dan menumpangkan salah satu kakinya di paha saya,” tutur tukang cerita. “Ia meraba saya dengan telapak kakinya.”

Agak mirip cerita Jerry Hall bersama pasangannya di New York.

Di bawah meja ia balik raba kaki Poison.

Ia menyukai kaki wanita yang bagus.

Poison berekspresi sangat menikmati.

Ia merem melek, kemudian menggigit bibir.

Di lantai dansa pada dini hari dalam suasana seperti saya ceritakan tadi, mereka berdekapan sangat erat.

“I like the way you tease me,” bisik Poison.

Zaman terus berganti.

Tidak semua menyimpan kenangan manis seperti di atas.

Ada wanita yang diketahui teman-teman dan kalangan dekat jadi berubah membenci tempat itu.

Setiap kali ada orang menyebut tempat ini, dengan gigi gemeretuk dia menyahut: “Aku pengin bakar Tanamur.”

Untung Tanamur kini sudah tidak ada.

Babak 3

Pada akhirnya semua orang kembali ke alam.

Dari wangi-wangian sintetis berbagai produk perfume menuju wangi sejati bunga-bunga di taman.

Tukang cerita kini tinggal di gunung, dirawat dan merawat alam.

Di sekeliling tempat tinggalnya bertumbuh bunga melati, mawar merah putih, kantil, kemboja, kenanga, asoka, dan lain-lain. Bunga terakhir itu selalu mengingatkannya pada nama seorang model.

Sebagian bunga yang disebut tersebut merupakan bunga-bunga sesaji.

Sebagai penganut kejawen ia menggunakan bunga-bunga di sekelilingnya sebagai sesajen.

Tak pernah lewat terutama di malam Jumat.

Dengan bunga-bunga ia memanggil roh, baik yang menghuni wadag yang masih ada  maupun yang telah tiada.

Makanya banyak orang datang padanya.

Dari segala kalangan dan umur.

“Saya sangat menyukai cerita-cerita bapak. Bisakah saya belajar bagaimana membuat cerita pada bapak,” kata seorang perempuan, mengaku ibu rumah tangga.

“Jangan terlalu formal panggil bapak. Saya tidak suka sebutan itu. Patronizing. Feodal dan paternalistik,” sahut tukang cerita.

“Jadi saya harus panggil apa?”

“Bung. Itu panggilan yang egaliter.”

“Baiklah bung, mulai saat ini saya akan panggil bung.”

Ada pula gadis kecil—setidaknya demikian wanita ini di matanya—hadir padanya dan memanggilnya mas.

Ia kaget dengan panggilan itu dan langsung jatuh suka padanya.

Terlebih dia cantik.

“Ya, dik…,” jawabnya mesra.

Si cewek senyum-senyum.

Minyak wangi yang dikenakannya ia kurang mengenalnya.

Begitu banyak produk pada zaman ini.

Perubahan teramat cepat. Bikin bingung.

Setiap musim ganti trend.

Tidak ada yang sedemikian legendaris seperti Charlie.

Itu pun harus diakui ternyata tidak sesubtil wangi bunga-bunga di alam.

Tiada yang mengalahkan kenyataan di alam.

Istrinya, meski sesekali masih menggunakan perfume Tom Ford dari New York, sehari-hari lebih sibuk merawat bunga-bunga.

Bunga teleng dia manfaatkan untuk berbagai keperluan termasuk yang berkaitan dengan kesehatan.

Dimanfaatkannya pula bunga teleng sebagai pewarna permukaan kue bulan. Kue bulan isi kacang ijo menjadi kebiruan.

Dalam kalender lunar, hari-hari ini menuju puncak purnama.

Kue bulan, moon cake, merupakan kue wajib untuk merayakan kesakralan bulan purnama.

Khusus kue bulan dengan aura biru bunga teleng tukang cerita menamainya bulan biru.

Itulah tukang cerita dan ilusi dunia cerita.

Dia punya pandangan, setiap orang bisa menemukan sosok mirip diri sendiri pada buku cerita yang ditulis oleh seorang pengarang.

Hanya orang yang menulis sendiri ceritanya akan menemukan dirinya sendiri.

Sebagai pengamen yang bercerita kemana-mana dia menerima upah apa saja.

Beberapa penggemar memberi upah cium.

Muahhhh, begitu penggemar memberi upah sambil memonyongkan bibir.

Muahhh, dia menyambut girang.

Yang paling konkrit adalah upah yang diterimanya di rumah.

Kue bulan dengan pewarna biru bunga teleng tadi, yang ia sebut bulan biru.***

19/9/2021

Leave a Reply