Skip to main content
Cerita

Minak Jingga dan Saya (3)

By February 19, 2021February 21st, 20212 Comments

Kadipaten Blambangan pesta pora. Mereka merayakan kemenangan, berhasil menghalau prajurit Majapahit dan menewaskan senapati peperangan Patih Sinduro. Minak Jingga dikelilingi para pembantu dekat serta anak buah. Tuak dan makanan melimpah. Beberapa buto telah teler mabuk tuak.

“Hua-ha-ha…. ayo minum lagi yang banyak,” kata Angkatbuto. Ia menyemangati saudara kembarnya, Angkutbuto. Angkatbuto dan Angkutbuto adalah pejabat tinggi Blambangan.

“Sebentar, ini ada yang kurang,” tukas Angkutbuto.

“Apa yang kurang?”

“Perempuan. Mana ledek perempuan.”

“Hua-ha-ha, sebentar lagi akan datang rombongan ledek perempuan.

Dalam perjalanan dari Ngawi. OTW,” ucap Angkatbuto.

“Apa itu OTW?” tanya Angkutbuto.

“Ojo Takon Wae, hua-ha-ha….”

Mereka meneguk lagi minuman. Muka tambah merah.

“Angkatbuto dan Angkutbuto!” suara Minak Jingga menggelegar.

“Paduka tuanku,” jawab keduanya kompak.

“Hiyung… hiyung… hiyung….” Minak Jingga mengeluarkan suara khasnya. “Apa menurut kalian aku tidak pantas jadi suami Dyah Ayu Kencanawungu?”

“Pantas,” Angkatbuto dan Angkutbuto berebutan menjawab. “Bahkan sangat pantas. Sangat sesuai. Dyah Ayu Kencanawungu cantik, paduka Minak Jingga ganteng.”

“Hiyung… hiyung… hiyung… aku ganteng. Kesini majulah kamu kekasih cantikku Kencanawungu,” kata Minak Jingga sembari menatap Angkatbuto. “Ayo sini diajeng, biar aku pangku kamu wong ayu.”

Angkatbuto menoleh kepada Angkutbuto. Mereka bertatapan. Bingung.

“Dyah Ayu Kencanawungu berada di Majapahit, paduka,” Angkatbuto menjelaskan.

“Ayo cah ayu, aku pangku kamu,” Minak Jingga bangkit dari duduk, terpincang-pincang mendekati Angkatbuto. Gelang di kakinya mengeluarkan suara kecrek-kecrek.

“Hamba Angkatbuto bukan Kencanawungu,” Angkatbuto beringsut.

“Ayo bocah ayu Kencanawungu,” Minak Jingga tak peduli. Dia menari-nari, merentang tangan lebar-lebar ingin mendekap Angkatbuto.

Angkatbuto menyingkir menghindari majikannya.

“Bocah ayu Kencanawungu, ayo kamu nurut, aku angkat kubawa ke kamar,” Minak Jingga terus mengejar.

“Mohon paduka sadar. Hamba Angkatbuto bukan Kencanawungu.”

Angkatbuto kalang kabut, Angkutbuto tertawa-tawa.

“Ini gawat, sang prabu gandrung,” Angkatbuto kerepotan menghindari Minak Jingga. “Sang adipati kebanyakan minum tuak. Mabuk.”

“Ayo kamu mau sama aku Maggie Cheung, kucium kamu…,” Minak Jingga terus merayu dan mengejar.

“Lhah siapa itu Maggie Cheung?” Angkatbuto ngeri dan bingung. “Tadi Kencanawungu sekarang Maggie Cheung.”

“Perempuan lain lagi. Kayaknya sang prabu punya idaman lain,” Angkutbuto menyahut sembari tertawa tergelak-gelak.

“Maggie, ayo kesini, bersama kakang,” Minak Jingga menjadi-jadi.

“Waduh tuak jenis apa tadi diminum sang adipati sampai jadi begini,” Angkatbuto berlari menghindar kesana-kemari.

Brainwash, campuran segala minuman keras ditambah bir. Itu produk deHooi,” Angkutbuto menyahut, merasa dapat hiburan. Semua bawahan gemar menertawakan atasan. “Jadinya begitu. Kepala koplak, Kencanawungu tercampur dengan Maggie siapa tadi…,” tambahnya tertawa sampai mau mati.

Minak Jingga tersandung kursi. Seketika dia tersadar. Dia melihat Angkutbuto tertawa-tawa.

“Hiyung… hiyung… hiyung… ini aku prabu kalian jadikan tertawaan,” Minak Jingga berujar. “Orang kasmaran ternyata rasanya kayak gini. Makan tidur tidak enak. Jalan-jalan tidak betah di rumah bingung. Akan aku rebut Kencanawungu. Majapahit akan aku tundukkan.”

“Tepat tuan hamba adipati Minak Jingga,” Angkutbuto menimpali. “Kapan pasukan Blambangan diberangkatkan menggepuk Majapahit?”

“Jangan terburu-buru,” kata Minak Jingga. “Nunggu Jumat Wage.”

“Walahhh, ada nunggu Jumat Wage segala.”

“Majapahit tidak bisa dianggap enteng. Sebelum menyerang Majapahit kita harus menaklukkan kadipaten-kadipaten sekeliling Blambangan. Agar kekuatan kita besar,” tambah Minak Jingga. Pikirannya tidak stabil, kadang waras kadang ngawur.

“Paduka adipati sangat brilian,” Angkatbuto menyela. “Kadipaten mana yang akan kita taklukkan terlebih dahulu?”

“Puralingga,” kata Minak Jingga.

“Puralingga…,” para pembantu menyahut.

“Ya, Puralingga. Kita rebut Puralingga,” Minak Jingga menegaskan. “Ayo kalian jangan hanya berpesta mabuk-mabukan. Bersiap-siap, kita rebut Puralingga.”

“Rombongan penari tayub perempuan dari Ngawi belum datang…,” Angkutbuto protes. Ia masih ingin berpesta.

“Tuak dan perempuan lanjutkan lain kali,” perintah Minak Jingga.

Pesta bubar.

 

Bersambung

Join the discussion 2 Comments

  • marinA says:

    Cerita pesta kemenangan yang sesaat, namun berkesan. Berkesan karena kata “OTW” hua-ha-ha. Penulis benar2 semaunya sendiri memasukkan maggie chung, perempuan blm tiba, dan racikan dehoiii.

    Pemenggalan setiap episode benar2 pas. Mana episode selanjutnya? Dinanti.

  • Bre Redana says:

    Ini racikan mantan bartender.

Leave a Reply