Skip to main content
Cerita

Minak Jingga dan Saya (5)

By February 22, 2021February 24th, 2021No Comments

Majapahit. Saripati subur makmur dan keindahan tanah Jawa adalah Majapahit. Keraton Majapahit berhias emas, dari dinding sampai undak-undakan menuju pendapa agung. Pataka bersulam benang sutera membentuk simbol Wilwatika. Benderanya merah putih.

Di pendapa agung Ratu Ayu Kencanawungu tengah menerima para pejabat tinggi istana. Duduk bersila paling depan adalah patih Logender.

“Paman patih Logender,” Kencanawungu membuka suara. Suaranya merdu.

“Hamba menghaturkan sembah,” Logender berucap santun.

“Bagaimana ini Minak Jingga kian menjadi-jadi. Dia bukan hanya mbalelo, tidak menganggap keberadaanku sebagai ratu. Sekarang dia menyerang kadipaten Puralingga. Apa jadinya kalau kadipaten-kadipaten jatuh ke tangannya?”

“Sangat buruk. Sekarang Minak Jingga telah mengangkat diri sebagai ratu di Puralingga,” jawab Logender.

“Jagad dewa batara, sebegitu keblingerkah dia,” Kencanawungu kaget.

“Dengan menobatkan diri sebagai ratu di puri Puralingga dia menyejajarkan diri dengan paduka ratu. Ia terang-terangan menantang paduka ratu dalam pertarungan kekuasaan.”

“Jagad dewa batara, makhluk tidak tahu diri. Apa yang dia telan sehingga berani melawan Majapahit?”

“Kepercayaan diri Minak Jingga membesar setelah berhasil membunuh senapati Sinduro dan membuat prajurit Majapahit kocar-kacir,” jawab Logender.

“Apakah rakyat Blambangan juga tidak lagi bersetia terhadap Majapahit?”

“Rakyat tidak tahu apa-apa. Terombang-ambing, mudah bersimpati dan jatuh hati pada pihak yang tercederai. Minak Jingga didukung kaum urakan yang merasa disia-siakan oleh kekuasaan.”

Kencanawungu terdiam.

“Apa yang paman patih pikirkan untuk mengatasi masalah ini?” tanya Kencanawungu kemudian.

“Gepuk sebelum terlambat.”

“Patih Sinduro, gegedug Majapahit, gugur oleh Minak Jingga. Siapa sekarang yang akan sanggup menghadapinya?”

“Itu yang tengah hamba pikirkan,” ucap Logender. “Telah lama kita kehilangan tantara pemberani seperti senapati Sinduro. Karena lama tidak ada perang, mental prajurit merosot. Para panglima lebih memikirkan hidup makmur. Kalau diberi kesempatan memilih, mereka akan memilih berdagang daripada berperang.”

“Jadi paman patih hendak mengatakan bahwa kita tidak memiliki panglima?”

Teroktoktoktoktoktok….

Belum sempat patih Logender menjawab pertanyaan Kencanawungu, utusan masuk, melaporkan bahwa adipati Tuban, Rangga Lawe, datang untuk menghadap ratu.

“Adipati Rangga Lawe?” Kencanawungu kaget.

Dia perintahkan prajurit mempersilakan adipati Rangga Lawe masuk ke balai pertemuan agung. Para petinggi istana beringsut, menyiapkan tempat bagi adipati yang sangat terkenal ini.

Hawa kewibawaan Rangga Lawe terasa di seluruh ruangan.

“Hamba menghaturkan sembah,” ucap Rangga Lawe kepada Kencanawungu.

“Silakan merasa nyaman, paman adipati Rangga Lawe,” Kencanawungu berucap.

Usai basa-basi, Rangga Lawe menyatakan kedatangannya adalah untuk menanyakan keadaan Majapahit berhubungan dengan Minak Jingga yang kini mengangkat diri sebagai ratu di Puralingga. Kencanawungu membenarkan berita itu, dan mengungkapkan keprihatinan bahwa saat ini tidak ada panglima yang mampu menghadapi Minak Jingga.

“Jangan buru-buru pupus kehilangan harapan sri ratu,” kata Rangga Lawe. “Saya Rangga Lawe bersedia menghadapi Minak Jingga jika paduka izinkan. Negara tidak boleh tunduk pada petualangan orang edan,” lanjut Rangga Lawe yang terkenal berdarah panas.

“Dewa rupanya menghubungkan kegelisahan saya dengan paman adipati Rangga Lawe,” Kencanawungu menyahut. “Tidak terkira terimakasih saya kepada paman adipati Rangga Lawe yang menyanggupkan diri menghadapi Minak Jingga. Kedatangan paman adipati ke pertemuan agung saat ini seperti diatur oleh jalannya alam.”

“Saya adipati Rangga Lawe tidak akan membiarkan Majapahit yang saya ikut membangun dengan adu nyawa digerogoti oleh Minak JIngga.”

“Paman adipati Rangga Lawe,” kata Kencanawungu. “Saat ini juga di depan pertemuan agung ini saya mengangkat paman adipati Rangga Lawe sebagai senapati peperangan Majapahit. Moso borong paman untuk menyelesaikan Minak Jingga,” titah Kencanawungu.

Pertemuan pun diakhiri.

Bersambung

Leave a Reply